Meja Kerja Punya Cerita

Beberapa waktu lalu saya dicolek Kak Jul di sebuah kolom komentar FB. Sebuah link menyertai komentar tersebut. Rupanya Kak Jul sedang menggelar hajatan. Di situ tertulis, Kak Jul meminta para sahabatnya untuk bercerita seperti apa kondisi meja kerja masing-masing.

Saat pertama kali membacanya, saya masih berpikir, “Mau ikut atau enggak, ya?” Meja kerja saya kan tidak pernah rapi-rapi amat; lebih tepatnya berantakan, hihihi. 😆 Tapi, daripada gak ikut dan bikin penasaran, lebih baik saya ikut. #eh :mrgreen:

Seperti apa penampakan meja kerja saya? Taraaa …. 😀

meja kerja

Berantakan? Iya! 😆

Di situ ada dua set komputer. Yang sedang menyala adalah komputer kerja saya. Iya, tadinya saya bekerja dengan seorang teman. Sayang, beberapa bulan lalu ia mengundurkan diri. Jadilah, saya single fighter (lagi).

Mau seperti apa keadaannya, meja kerja ini punya banyak kenangan. Ia adalah saksi bisu saya selama lima tahun lebih bekerja di redaksi. Ya susahnya, ya senangnya. Ya konyolnya, ya gokilmya. Entah, kadang saya penasaran apa yang bakal dilakukan oleh meja kerja ini kalau mendengar saya bersiul, atau bernyanyi-nyanyi kecil demi mengusir sepi. Mungkin ia akan ikut-ikutan bernyanyi … berdehem-dehem, mengeluarkan bunyi semacam suara bariton. E tapi, kenapa jadi kedengaran seram, ya? 😛

Well, saya memang sendiri di ruangan. Apa boleh buat, itu risiko yang telah saya ambil. Menyesal? Hanya orang bodoh yang menyesali bekerja di ruangan mungil ini tanpa teman. Setidaknya saya tahu harus bagaimana jika saya kesepian. Ambil TOA masjid lalu mengumandangkan adzan, mungkin? *ngaco! abaikan! 😆

Kadang, jika rasa bosan mendera, saya akan lebih mudah mengantuk … lalu ambruk ngeloni meja. Ya ampun!  Untung saja si meja dan saya sama-sama jomblo, coba kalau enggak? *laaah mulai ngaco lagi! 😛

Kadang, bangku di sebelah saya duduk (tiba-tiba) akan terisi oleh seseorang (sebut saja, Bumblebee). Saya akan mendadak senang berbunga-bunga jika ia tiba-tiba muncul membuka pintu. Entah, tapi saya suka cara ia menyapa, mengucapkan, “Halo” dengan kalimat yang sedikit jenaka. Cuma sedikit? Iya, ia tak terlihat seperti komedian. Justru sebaliknya, ia sering terbahak-bahak jika sedang bersama saya. 😛

Jadi, saya yang lucu? Bisa jadi menurut dia, iya. Mungkin karena saya telah dipengaruhi oleh aura ‘ganjil’ meja kerja ini dan oleh karenanya, si Bumblebee datang lagi, lagi, dan lagi. Anehnya, karena pengulangan itu ada sesuatu dalam diri yang mulai berubah. Apa saya mulai suka kepadanya? Ah, saya tahu diri … saya hanya bisa menyampaikan terima kasih lewat bait-bait puisi. Semoga saja ia jeli dan menemukan puisi itu di antara hiruk-pikuknya news feed FB.

Hmm, kenapa dari menulis soal meja kerja bisa sampai ke masalah hati? Sekali lagi, entah. Tapi, satu hal yang pasti, kelak saat saya telah bulat niat dan memutuskan untuk pamit meninggalkan segala hal di redaksi; saya tentu akan sangat merindukan meja kerja ini. Merindukan setumpuk tanggungan koreksi dan layout. Merindukan asyiknya mengutak-atik QuarkXPress, Corel PhotoPaint, Nitro PDF, dan beberapa software lain. Merindukan ngobrol dengan penulis yang submit artikel ilmiah. … dan, tentu saja, merindukan Bumblebee berikut semua kenangan kami: suara tertawanya, leluconnya saat sesekali menimpali cerita saya, cerita-cerita jaman ia kecil, juga sikap diamnya saat memerhatikan saya bercerita. Saya kini sadar, dari meja kerja segala hal bisa bermula. Bolehkah saya sebut itu, cinta?

0 thoughts on “Meja Kerja Punya Cerita

    1. trims, Teh. meja kerja gak harus yang kayak begitu, mau sambil duduk lesehan juga boleh. btw, masih sampai tanggal 9 September kok, Teh. hayuklah, biar tambah rame! #komporin 😆

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *