“..I feel empty. It’s different without mom.. it’s like the world leaves me behind.. I try to move on but when I found my self alone, no mother and father with me, then this empty feeling drags me down..”
Sebuah SMS saya terima dari seorang sahabat kala kami susah-senang melewati hari perkuliahan. Saat ini ia di seberang sana. Beberapa waktu lalu ia kehilangan ibundanya sekaligus orang tua terakhir. Ayahnya sudah berpuluh tahun meninggalkannya. Tidak terbayangkan saat mengetahui ibundanya meninggal. Sebagai sahabat, saya hanya bisa menghiburnya. Ia berusaha mendapatkan tiket pulang tercepat dari Jogja ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Sayangnya, ia tiba setelah ibundanya dimakamkan.
Tanggal 7 Oktober kemarin, ia berulang tahun yang ke 28, ulang tahun pertamanya tanpa orang tua. Ah, ya tentu sangat berbeda rasa mana kala ada bersama dengan ibunda tercinta.
Dear Lul..,
Aku mengerti yang kini kau rasakan. Aku juga pernah merasakannya 12,5 tahun silam. Kehilangan seseorang yang kita cintai memang bukan perkara mudah. Bukan pula barang sepele mengingat apa yang selama ini beliau beri tanpa pamrih. Adalah doa terbaik kita untuk beliau yang semoga saja bisa menemani lelap istirahatnya di keabadian. Semoga ibundamu diberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga engkau pun ditunjukkan jalan terbaik selepas ini. Aamiin ya Rabb.
Menulislah dan tumpahkan semua yang kaurasa. Cara itu manjur untukku setiap kali aku terpuruk dan berhenti. Kadang kala kupikir merasai hampanya hidup sesaat dan menuliskan setiap detail kesedihan dalam bentuk apa pun akan sangat membantu. Menulis adalah proses terapi jiwa, coba ingat itu baik-baik.. Kau juga bisa menuliskan Kisah Bukit Palma yang sudah lama ingin kubaca. Selama ini kau hanya membaginya secara lisan bukan? Berharap suatu ketika nanti aku berkesempatan membacanya. Tetap tangguh dan bersemangatlah, kau bisa!
Harapku satu, yang terbaik untukmu,
Dear Lul, sahabatku