Akhirnya Menjadi Peserta Asuransi Jiwa

Oktober sepertinya menjadi bulan tersibuk bagi saya di tahun 2013 ini. Ya, ada beberapa rencana terkait dengan financial planning yang HARUS terlaksana. Maklumlah tabungan impian saya di BRI Syariah sudah jatuh tempo dan itu artinya arus uang akan kembali ke tabungan induk. Lalu, mau saya gunakan untuk apa uang itu? Rencana saya tadinya adalah untuk tambah-tambah biaya pernikahan (yang ternyata gagal di tengah jalan … ya wislah, tidak perlu disesali). Jadi, saya alihkan saja sebagian uang tersebut untuk dua pos: proteksi dan investasi.

Sebenarnya apa yang saya lakukan ini sudah terpikir sejak saya mengikuti program Financial Planning for Beginner di Swaragama Training Center (STC) UGM dua tahun lalu, tapi apalah daya saya belum menemukan formula terbaik untuk mengumpulkan cukup uang untuk masuk ke dua hal tersebut. Mungkin karena saya yang ngeyel atau apa, saya tetap mencari tahu. Sesekali saya mencuri dengar dari beberapa program radio; lain waktu menyempatkan diri membaca wejangan para financial advisor seperti Aidil Akbar, Ligwina Hananto, dan Prita Ghozie lewat media online. Kesimpulan saya tetap saja sama seperti dua tahun lalu: harus bisa memproteksi diri dan membangun dana darurat pribadi, seberapapun besaran pendapatan.

sertifikat STC FinPlan

Hm, kedengarannya egois ya? Mungkin. Namun, sebenarnya ini saya lakukan juga karena saya memikirkan ibu, orangtua saya yang tinggal satu-satunya itu. Belajar dari pengalaman masa lalu yang menurut saya keliru, maka saya pikir tidak perlulah saya mengikuti kekeliruan itu. Kepergian bapak selamanya pada tahun 2000, menyisakan tanda tanya besar di hati kami. Apa sebab? Jaminan yang beliau peroleh dari perusahaan ternyata kecil. Bapak juga tidak mencatatkan diri sebagai nasabah asuransi jiwa. Sementara itu, pihak direksi yang ditemui, kala itu mengatakan hanya sekian yang bisa diberikan perusahaan. Nominalnya kurang dari 5 juta rupiah. Itu pun tanpa ada tunjangan untuk tiga orang anak beliau yang masih kecil, harus hidup, dan terus bersekolah.

Lepas dari ini kekeliruan siapa—pihak perusahaan yang teramat pelit atau bapak yang teledor—saya tidak ingin membahasnya. Yang saya ingat benar, bahwa barangsiapa memiliki tanggungan, maka sepatutnya memikirkan pula masa depan orang-orang yang ia tanggung, jika suatu ketika Tuhan berkehendak lain terhadap yang bersangkutan (baca: meninggal).

*lalu hening*

Ini bukan kisah horor. Ini kenyataan pahit yang telah membuat saya belajar banyak. Siapa saya? Saya perempuan biasa yang bahkan takkan pernah mampu membaca sampai seberapa panjang usia. Jadi ada baiknya saya belajar menghadapi kenyataan. Bukan horor, ini realistis. Itulah mengapa saya pun mencari produk yang sesuai bagi lajang, pribadi, dan tanpa embel-embel saving/investasi (NO unitlink). Khusus untuk kriteria terakhir ini, bagi yang belum paham bisa membaca buku Aidil Akbar “Shocking Unitlink”, atau membaca tulisan beliau tentang unitlink di aidilakbar.com.

Syukur alhamdulillah, setelah berpusing-pusing saya pun mendapatkannya. Dibantu seorang agen asuransi, ibu Diah Woro Hardjanti dari Takaful Keluarga, akhirnya saya menandatangani berkas kepesertaan asuransi kesehatan + Al Khairat (asuransi jiwa) tertanggal 4 Oktober 2013 lalu.

Diah Woro Hardjanti-agen asuransi Takaful

Bismillah … sampai setahun ke depan, setidaknya, jika Gusti Allah menghendaki hal tersebut terjadi pada saya, masih ada yang bisa saya tinggalkan untuk ibu dan kedua adik saya. Ya, bicara soal ajal kadang bikin merinding, tapi saya memang harus belajar realistis dan tentunya itulah yang membuat saya lebih siap dan fokus mengejar target saya ke depan, insyaAllah, karena perempuan harus berdaya.

0 thoughts on “Akhirnya Menjadi Peserta Asuransi Jiwa

  1. rencana pernikahan apa tidak seharusnya juga diasuransikan, hehe

    menurutku secara umum, seorang single itu tidak perlu asuransi jiwa. asuransi jiwa menurutku penting malah bagi seorang pengantin baru. karena ya untuk jaga-jaga seperti kamu bilang, misalnya terjadi sesuatu maka pasangan kita akan menjadi ahli waris itu.

    apakah orangtua kita tidak bisa menjadi ahli waris kita, tentu saja bisa.

    tetapi biasanya orangtua kita adalah orang yang secara ekonomi relatif mapan bahkan dari kita sendiri. buat orangtua kita uang dari asuransi tidak terlalu penting, saya kira.

    1. hmm, justru sebaliknya saya pikir bagi saya pribadi ikut serta sebagai peserta asuransi jiwa penting, Kang Jar.
      kita boleh saja berpikir idealnya ya ortu kecukupan, tapi dalam kasus saya ini:
      1. bapak meninggal karena sakit, tidak memperoleh pensiun dari tempat beliau bekerja
      2. kami berdikari, tidak ada saudara laki-laki dari pihak bapak yang menanggung kami sekeluarga,
      3. ibu saya seorang IRT, bisa dipastikan penghasilannya tidak tetap meski ada kebun dan pekarangan
      4. saya anak sulung, sudah menjadi kewajiban saya membantu biaya hidup ibu saya, jadi … kalau suatu ketika nanti saya meninggal, saya masih bisa memberikan tinggalan untuk ibu

      that’s all 🙂 tentunya masing-masing orang punya pilihan sendiri ya kan?

  2. Salam kenal,

    Saya M. Ibnu Setiawan. Saat ini saya merupakan agen asuransi Allianz. Senang sekali bisa baca artikel pengalaman Mbak Asri atau Mbak Phie mencari asuransi jiwa. Dan sepertinya saya dan Mbak mempunyai tahun kelahiran yang sama 🙂

    Sekedar ingin sharing pengalaman saya mengenai pencarian produk asuransi jiwa. Background pekerjaan saya sebelum jadi agen adalah wiraswasta, usia saya waktu itu 30 tahun (thn 2014), sudah berkeluarga dengan 1 anak perempuan berusia 1 tahun. Saya sedang mencari info proteksi asuransi jiwa sebesar 1 Miliar, budget sekitar 300 ribu-an per bulan. Setelah ber-googling ria dan korespondensi lewat email, saya dapat 3 ilustrasi asuransi murni/termlife.

    Ilustrasi yang pertama, produk syariah, premi 3 juta per tahun, tenor 15 tahun, gak bisa bayar bulanan (produk yang sama dengan yang Mbak Phie punya). Kalo yang kedua, termlife konvensional, premi minimal 4 juta, tenor 20 tahun, dapet UP-nya lebih besar yaitu 1,33 M, ada garansi perpanjangan, tapi sama dengan yang pertama, gak bisa bayar bulanan. Trus yang ketiga termlife konvensional juga, preminya 3,6 juta per tahun, tenor 20 tahun, dan bisa bayar bulanan, tapi jadi lebih mahal sekitar 12%. Jadi bayarnya kalo bulanan jadi sekitar 336 ribu per bulan.

    Karena saya pribadi pengen produk yang syariah. Masih berlanjutlah pencarian saya hingga akhirnya nemu produk unit link syariah dari Allianz. Beruntung saya ketemu dengan agen yang bagus, dibuatkanlah ilustrasi unit link syariah dari Allianz ini buat saya dengan premi minimal tapi proteksi maksimal. Dengan profil saya, UP 1 Miliar preminya 355 ribu per bulan, bayar premi terus selama ingin punya proteksi. Premi pun bisa flat hingga lebih dari 20 tahun, dengan catatan hasil investasi rata-rata sekitar 6-7% per tahun. Bahkan saya gak perlu risau dengan garansi perpanjangan, selama premi bayar terus, hasil investasi bisa nutupin biaya-biayanya, maka polis akan aktif terus. Sungguh sangat berbeda dengan beberapa agen unit link dari perusahaan lain yang pernah nawarin ke saya, selalu nawarin cuma bayar 10 tahun, ada hasil investasi, “gratis” asuransi seumur hidup. Sempat bingung milih antara termlife yang bisa bayar bulanan 336 ribu atau yang dari Allianz ini. Sempet “vakum” sampai 2 minggu-an karena bingung dan juga kesibukan di toko. Akhirnya saya pun memilih produk unit link syariah dari Allianz ini, namanya Allisya Protection Plus. Dan 2 bulan sesudahnya saya memutuskan untuk menjadi agennya.

    Sangatlah penting mempunyai asuransi jiwa untuk proteksi penghasilan kita. Sedangkan untuk jenis asuransi yang mau kita pilih, mau unitlink atau termlife, itu hanya skema saja. Yang paling penting untuk kita adalah manfaat yang kita peroleh, sesuai atau tidak dengan perencanaan keuangan yang kita punya. Jadi bukan hanya sekedar “Say No unit Link”. Kita harus tetap bijak memilih sebuah produk asuransi.

    Terima Kasih

    M. Ibnu Setiawan
    Blog: http://agenasuransisyariah.com
    “1 Yang Terpenting: Proteksi Penghasilan Keluarga”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *