Pisang Uter, Masih Jauh Lebih Baik*

Entah, apa sebenarnya motivasi saya mengaitkan “pisang uter” dan “masih jauh lebih baik” sebagai judul postingan kali ini. Saya pikir, pikiran saya terimbas juga oleh apa yang beberapa waktu belakang tersiar di media massa. Apa-apa masih tentang negara tetangga dan penyadapan yang mereka lakukan. Saya tidak habis pikir, mengapa tetangga yang mengaku bersahabat baik malah menguping pembicaraan dalam negeri orang? Mengapa mereka tidak sibuk melakukan hal-hal yang ada di dalam wilayah kewenangan saja? Seperti saya misalnya! :mrgreen:

Lho, kok seperti saya?

Jawaban ini jelas berada di wilayah kewenangan saya. Tidak ada sangkut pautnya dengan menguping pembicaraan tetangga atau berulah tak menyenangkan lainnya.

Hmm, jadi apa?

Akhir pekan ini kami panen dua tandan pisang. Beberapa sudah dicolong hatinya oleh sekawanan kalong karena ketahuan sudah matang di pohon. Ya, mereka tahu rupanya bahwa meski pisang yang tumbuh di kebun samping rumah kami kebanyakan adalah pisang uter (pisang biji, red.), rasanya tetap saja manis dan bergizi. Daripada si pisang dihajar habis oleh kalong, Ibu (yang merangkap menjadi ‘mandor’ kebun) pun segera mengambil tindakan tegas. Beliau yang telah bertahun-tahun menjadi penunggu kebun *eh 😆 mengajari saya untuk ikut serta membantu. Dari beliaulah saya tahu bagaimana harus mengayunkan arit (sejenis sabit, red.) dan menebas leher tandan pisang.

Yang membuat urusan kami sedikit tersendat adalah pohon yang akan dipanen mepet dengan pagar rumah tetangga yang tinggi dan diberi pecahan kaca di bagian atasnya, sehingga tidak bisa jika hanya digodoki (ditangani) sendiri. Dan lagi, alangkah tidak mungkin Ibu membiarkan si gadis mungil ini memanjat pagar. Alhasil, Ibu mendorong bagian batang yang berada di halaman tetangga ke arah kebun kami. Berhasil! Si pisang uter pun ambruk dan memberi dua tandan pisang untuk tambahan camilan buah. Satu tandan saya bawa pulang. Satu lagi Ibu yang membawa.

hasil panen pisang uter
setandan pisang uter yang saya bawa

Ah, ya … saya pikir betapapun keadaan dan harganya, pisang uter ini masih jauh lebih baik ketimbang produk keluaran negara lain yang suka menyadap tetangganya. Inilah pisang uter, produk ndesa yang murah meriah dan sehat. Jangan khawatir disebut ndesa atau katrok hanya karena mengonsumsi pisang uter (baca: cinta pangan lokal). Meski bagaimana, produk pangan lokal yang ditumbuhkan dengan cinta kasih Ibu pertiwi jauh lebih menyehatkan jiwa raga. Bukan begitu?

*Abaikan jika celoteh ini mengganggu pikiran Sahabat 😉

2 thoughts on “Pisang Uter, Masih Jauh Lebih Baik*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *