Selarik Harap di Tiga Dasawarsa

Gusti, pagi ini pukul 05.30, tepat tiga puluh tahun yang lalu Engkau telah memberi kedua orangtuaku amanah seorang bayi perempuan mungil. Beliau berdua lalu menyandangkan nama Palupi Jatuasri kepada si bayi mungil itu: aku. Ada doa di sebalik namanya: namaku. Palupi diambil dari bahasa Jawa kuno; berarti teladan. Jatu berarti api, juga bisa diartikan pasangan; dan asri berkaitan dengan keindahan. Meski di kelak kemudian hari, banyak orang yang keliru menerka bulan kelahiranku, aku tetap senang dianugerahi nama itu, sebuah nama yang tiada dua.

Gusti, aku patut bersyukur untuk tiap hal yang sejak kala itu Kau limpahkan untukku dengan perantaraan Ibu-Bapak. Dalam kesederhanaan kehidupan kami, tak kurang-kurang Engkau memberi cinta kasih kepadaku. Engkau memberiku orangtua yang mengasuhku dengan penuh perhatian. Aku tumbuh menjadi anak sehat dan lincah. Tentu, hanya Engkau yang Mahatahu, Gusti, rahasia di balik perjalanan Ibu-Bapak menjelajah lereng Merapi 30 tahun lalu ketika Ibu positif mengandungku.

Gusti, aku layak bersyukur untuk tiap hal yang tak mampu kuhitung. Untuk sebentuk anugerah-Mu yang tercurah lewat orangtua, meski aku tak mampu memilih siapa. Beliau berdua tak segan memberiku arah, jika aku mulai goyah. Tak segan menegurku, jika aku mulai sering keliru. Aku belajar banyak hal dari Bapak-Ibu. Tentang bahagia menjadi diri sendiri; karena hidup bukan tentang mengimitasi, melainkan menjadi inspirasi. Tentang menerima tiap hal, baik-buruk, susah-senang, dengan penuh kesyukuran.

Gusti, Engkau tentu tak memberi kesulitan di luar batas kemampuan kami. Engkau pun memberi kemudahan di sebalik kesulitan, ditambah bonus hikmah yang membuat kami terus-menerus belajar berpikir dari sisi baik. Itu benar-benar kualami ketika Bapak pergi menghadap-Mu di usiaku yang belum genap 17 tahun. Hidupku berubah. Mulai mengeras. Mulai berliku. Namun, aku patut bersyukur karena semua itu. Engkau seolah menunjukkan jalan terang bagiku. Engkau memberiku kesempatan mencermati kehidupan dari sisi suram dan sedih. … dan itulah yang membuatku mendewasa sebagai gadis perasa, mudah trenyuh, dan sering menangis. Ah, betapa menjalani semua itu tak mudah. Hanya kekuatan-Mu-lah yang membuatku bertahan hingga hari ini. Terima kasih.

Candles_Cake_Birthday_1920x1200credit

Gusti, hari ini telah genap tiga dasawarsa perjalananku. Aku berharap Engkau memberiku kesempatan lebih banyak lagi agar aku dapat memperbaiki diri; dapat menimba ilmu lebih banyak lalu membaginya kepada teman dan saudara-saudaraku. Aku ingin menjadi sebaik-baik manusia yang memberi manfaat kepada sesama. Berharap itu cukup menjadi bekal untukku pulang menghadap-Mu, suatu hari nanti. Hanya Engkau tempatku menghaturkan doa, menengadahkan pinta. Perkenankanlah selarik doa dan harapanku ini, Gusti. Aamiin ya Rabbal’alamin.

-kaki Merapi, 21 Maret 2014, 06.10-

0 thoughts on “Selarik Harap di Tiga Dasawarsa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *