“Urip iku kudu urup,” begitu sepenggal kalimat yang saya cuplik dari caption foto Instagram saya baru-baru ini. Dalam foto itu, saya bergambar di samping sebuah banner acara Dompet Dhuafa; tertulis di sana “Jangan Takut Berbagi”.
View this post on Instagram
Foto itu membangkitkan ingatan saya. Hari itu hari Senin keempat pada bulan Maret 2019. Masih jelas tergambar dalam benak saya keasrian lokasi yang dipilih Dompet Dhuafa: Mezzanine Eatery and Coffee, Jln. Palagan Tentara Pelajar. Senyum saya terkembang saat dipersilakan masuk dan disambut hangat oleh panitia acara.
Tak berapa lama kemudian, narasumber dan bintang tamu tiba di lokasi. Rangkaian acara pun dimulai. Dipandu oleh MC ndhagel mas Alam Penuh Keindahan, acara pagi itu mengalir santai tetapi semarak.
Annual Report Dompet Dhuafa
Ketua Dompet Dhuafa cabang Yogyakarta, Bambang Edi Prasetyo, menjadi narasumber pertama. Dalam sambutannya beliau menyampaikan annual report Dompet Dhuafa. Mengingat posisi lembaga ini sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat, maka sudah semestinya annual report ini di-sounding sehingga diketahui juga oleh masyarakat luas, terutama mereka yang telah menitipkan amanah kepada Dompet Dhuafa.
Berikut ini saya review kembali apa-apa saja yang disampaikan:
- Potensi zakat dan realita. Menurut Baznaz, potensi zakat di Indonesia mencapai angka 217 triliun; sementara itu, yang terhimpun ke dalam LAZIZ baru 6 s.d. 8 triliun per tahun (setara 1—2% dari potensi tersebut). Di Jogja sendiri potensi per tahun 2017 mecapai angka 150 miliar, tetapi belum ada 10% yangg terhimpun.
- Besaran penerimaan. Pada tahun 2018 Dompet Dhuafa menerima amanah sebanyak 4,9 miliar terdiri dari zakat, infaq, shodaqoh, wakaf. Selama tiga tahun terakhir trend-nya selalu meningkat. Dana yang terhimpun ke Dompet Dhuafa Jogja lebih banyak donatur secara retail (donatur mendonasikan dana langsung). Sementara itu, donatur yang bentuknya institusi lebih sedikit dibanding donatur perseorangan. Dari donasi yang diterima, penerimaan terbanyak adalah zakat (24 miliar – sekitar 60% dari keseluruhan dana terhimpun)
- Asal transaksi. Transaksi yang masuk ke Dompet Dhuafa Jogja hampir 90% melalui cara non-cash (misal via transfer bank, mobile banking, dsb). Melihat potensi tersebut, Dompet Dhuafa mulai merambah dunia digital. Pada tahun 2018 Dompet Dhuafa mulai bekerja sama dengan OVO dan Go-Pay untuk menghimpun dana melalui konten digital.
- Pengelolaan dana. Kebutuhan biaya operasional Dompet Dhuafa sangat dibatasi. Besaran penggunaan dana untuk operasional kurang dari 15%. Sisanya terutama disalurkan kepada penerima manfaat; terdiri dari 35% untuk program Karitas (bantuan langsung) dan 65% digunakan untuk program pemberdayaan berbasis potensi lokal.
Launching Gerakan “Jangan Takut Berbagi”
Rasa penasaran saya ketika membaca tagline pada banner terjawab saat pak Bambang menyingung soal keinginan Dompet Dhuafa untuk meluncurkan sebuah gerakan positif menjelang bulan Ramadhan 1440 H. Hal ini ditekankan kembali oleh Suci Qadarsih (Brand Activity Manager Dompet Dhuafa).
Narasumber kedua ini menyampaikan bahwa pada tahun 2019 Dompet Dhuafa ingin menggelorakan semangat dan memperluas pangsa pasar era digital. Dengan mengusung tagline #jangantakutberbagi diharapkan ke depannya masyarakat tidak hanya menyampaikan zakat karena kewajiban, tetapi juga lebih berani untuk menyuarakan dan berbagi berbagai hal positif ke lingkungan sekitar.
Untuk memperkuat posisi gerakan ini, Dompet Dhuafa juga mengajakserta selebriti dan influencer. Tiga bintang tamu yang hadir dalam acara hari itu sungguh membuat saya setengah terpana.
“Jadi benar, ya, yang sedang saya tatap di depan sana itu kak Ogel (MC terkenal), kak Dini Andromeda, dan Hanggini (YouTubers dengan 2 juta followers)?” saya membatin, berusaha meyakinkan diri.
Dari pemaparan ketiga bintang tamu, saya kian tersadar bahwa dalam posisi dan kapasitas apapun, setiap orang punya potensi untuk melakukan gerakan berbagi; misalnya kegiatan “berBAGi” yang disampaikan oleh kak Dini. Kegiatan ini menggalang dana dari hasil elang donasi tas dari para selebriti.
Berdaya bersama Dompet Dhuafa
Narasumber ketiga yang tampil pada acara hari itu adalah Alan Efendhi. Ia dikenal sebagai pemuda inisiator program pemberdayaan ekonomi di bidang budidaya lidah buaya dari Kecamatan Nglipar, Gunung Kidul.
Menyarikan kisah inspiratif mas Alan membuat saya bangga. Bagaimana tidak? Sebagai lulusan sekolah teknik menengah (STM), awalnya beliau hanya berkeinginan untuk merantau dan bekerja di pabrik. Namun demikian, siapa yang tahu kelak suara hati memintanya untuk pulang kembali ke desa? Siapa pula yang bakal tahu bahwa jalan ini pula yang kelak membawanya menjadi pemuda pelopor?
Kala itu tahun 2014. Ia memutuskan pulang ke kampung halaman membawa serta bibit lidah buaya hasil patungan dengan teman. Berbekal keinginan belajar otodidak, ia mengumpulkan pengetahuan budidaya lidah buaya dari internet. Ia berharapan 4 s.d 5 tahun berikutnya akan ada hasil yang terlihat dan cukup untuk membuktikan kisah suksesnya kepada masyarakat sekitar. Sayangnya, masyarakat belum mau percaya.
Beruntung pada tahun 2016-2017 mulai ada lembaga yang mendampingi mas Alan. Melalui BMT setempat, ia dihubungkan dengan Dompet Dhuafa Jogja. Akhirnya ia dapat lebih berlega hati saat dilakukan kegiatan launching program pembagian bibit gratis bersama Dompet Dhuafa dan wakil bupati Gunung Kidul. Kegiatan yang menyasar 100 orang ibu rumah tangga tersebut kini telah membuahkan hasil. Bermula dari 50 bibit lidah buaya per orang, saat ini tiap dua minggu sekali, ibu-ibu tersebut dapat memanen dan menjual lidah buaya kepada Alan.
Impian Alan Efendhi belum berhenti di situ. Bersama Dompet Dhuafa ia membuktikan bahwa dirinya bisa lebih berdaya dan berhasil menjadi suluh baru untuk pembuatan dan pengembangan produk olahan lidah buaya di Nglipar, Gunung Kidul.
Harapan Baru: Berani Berbagi
Saya percaya, kelak akan muncul lagi Alan Efendhi lain. Hal ini mengingat kiprah Dompet Dhuafa yang telah mencapai 25 tahun. Prinsip berani untuk tidak menjadi single fighter merupakan strategi yang baik. Dengan menggandeng para mitra pengelola zakat, akademisi dan peneliti, harapan baru berdaya secara berjamaah dengan fokus untuk mengangkat harkat dan martabat para asnaf (golongan penerima zakat) itu insyaaAllah akan terlaksana.
Harapan ini pula yang ingin sekali saya tularkan kepada diri sendiri. Karena efek dari berani berbagi kebaikan, tidak hanya bermanfaat kepada orang yang dibagi, tetapi kebaikannya kelak akan kembali kepada diri sendiri.
PS: Jadi, kalian akan memilih berbagi apa, Teman?